• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKON DAN INDEKS DALAM CERPEN SHUUZANZU KARYA AKUTAGAWA RYUUNOSUKE 『秋山図』という芥川龍之介の短編小説のアイコンとインデックス - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IKON DAN INDEKS DALAM CERPEN SHUUZANZU KARYA AKUTAGAWA RYUUNOSUKE 『秋山図』という芥川龍之介の短編小説のアイコンとインデックス - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Negara Jepang dipandang di mata dunia sebagai negara yang sangat maju dalam

berbagai bidang seperti tekhnologi, transportasi, pendidikan, serta kebudayaan yang

tetap terjaga dari dulu hingga sekarang. Keberhasilan Jepang saat ini tentu saja tidak

lepas dari sejarah panjang pembangunan negara mereka sejak ratusan tahun yang lalu.

Berbicara sejarah Jepang selalu berkaitan dengan kesusastraannya. Jepang memiliki

sejarah panjang di bidang kesusastraan, sehingga sejarah sangat berpengaruh terhadap

karya-karya sastra yang berkembang di sana.

Ilmu yang mempelajari karya sastra di Jepang disebut dengan Nihon Bungaku

(日本文学) yang di dalamnya berisi studi mengenai hubungan antara karya sastra

dengan pengarangnya. Banyak dikatakan bahwa kesusastraan Jepang dimulai sejak

zaman Nara pada tahun 710 - 794 atau yang lebih dikenal dengan istilah Sastra Kuno

ketika masuknya pengaruh huruf-huruf dari Cina. Secara garis besar, perkembangan

sastra di Jepang dibagi menjadi lima periode yaitu sastra Kuno (zaman Nara), sastra

Klasik (zaman Heian), sastra zaman pertengahan (zaman Kamakura, Namboku-cho,

Muromachi), sastra modern (zaman Azuchi-momoyama, zaman Edo), dan sastra

(2)

bidang kesusastraan di Jepang terjadi di era sastra modern dan sastra kontemporer,

dikarenakan masuknya pengaruh-pengaruh dari dunia sastra Barat.

Masuknya pengaruh Barat dimulai pada tahun 1882 ketika mulai diterbitkan

sekumpulan puisi dari Amerika dan Inggris dalam bahasa Jepang. Tidak lama setelah

itu, muncullah penulis-penulis bergaya modern seperti Natsume Soseki (1867-1916),

Mori Oogai (1862-1922), dan Akutagawa Ryuunosuke (1892-1927).

Penelitian ini akan membahas salah satu karya penulis Jepang bergaya

modern yaitu Akutagawa Ryuunosuke. Akutagawa Ryuunosuke adalah salah satu

Sastrawan Jepang yang dikenal sebagai penulis novel pendek dan cerpen yang lahir di

Irifunecho, Tokyo pada 1 Maret 1892. Sejak kecil Akutagawa sudah banyak

membaca karya-karya klasik Jepang dan Cina. Minatnya terhadap karya sastra sudah

terlihat sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.

Ia sangat menyukai karya-karya sastra dari penulis zaman Meiji seperti Ozaki

Koyo dan Koda Rohan. Akutagawa juga sangat akrab dengan karya para sastrawan

besar seperti Natsume Soseki dan Moori Ogai. Ketika memasuki sekolah menengah

umum Akutagawa mulai menyukai karya-karya sastrawan Eropa seperti Balzac,

Tolstoy, Anatole France, Dostoyevski, dan Spinosa (Wibawarta, 2004: 6-7).

Akutagawa mulai menulis fiksi semasa di universitas, setelah memasuki

Tokyo Imperial University (Universitas Kekaisaran Tokyo) pada tahun 1913, ia mempelajari Kesusastraan Inggris. Karya sastra Akutagawa yang pertama kali pada

tahun 1914 berupa terjemahan karya Anatole France yang berjudul

(3)

merupakan karyanya sendiri dengan judul Ronen di majalah sastra Shinshicho dan memakai nama pena Yanagigawa Ryuunosuke.

Setahun kemudian pada tahun 1915, ia meluncurkan salah satu cerpen yang

berjudul Rashomon yang menjadi karya terbaik. Selanjutnya, pada tahun 1916 Akutagawa mencapai kesuksesannya ketika cerpennya yang berjudul Hana (Hidung) dipuji oleh Natsume Soseki, salah satu sastrawan besar pada saat itu. Pada

tahun-tahun inilah Akutagawa mencapai masa keemasan dan majalah-majalah sastra pun

mulai meliriknya. Kemudian ia menjadi murid dari Natsume Soseki bersama dengan

seniornya di kampus yang bernama Suzuki Meikichi. Pada tahun 1916 pula

Akutagawa lulus dari universitas dengan nilai terbaik peringkat kedua dari 20

mahasiswa dengan skripsinya yang berupa analisis terhadap karya William Morris.

Setelah lulus dari universitas, Akutagawa mengajar bahasa Inggris di

Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Yokosuka sebagai dosen tidak tetap.

Pekerjaannnya sebagai pengajar hanya bertahan selama dua tahun karena ia

memutuskan untuk fokus pada kegemarannya menulis. Pada saat itu ia lebih

menikmati menjadi seorang penulis karena telah memiliki kontrak dengan surat kabar

Osaka Mainichi Shinbun untuk menulis karya fiksi terhitung sejak Maret 1918. Setahun berikutnya, pada 12 Maret 1919 Akutagawa menikah dengan Tsukamoto

Fumi yang merupakan anak dari mayor Angkatan Laut Tsukamoto Nogoro.

Pada tahun 1921, Akutagawa dikirim ke Cina sebagai koresponden selama

(4)

perjalanannya diantaranya Jigokuhen (Lukisan Neraka), Shuuzanzu (Lukisan Gunung Musim Gugur), Hokyonin no Shi (Martir), dan Shanghai Yuuki (Catatan Perjalanan ke Shanghai). Semenjak pulang dari Cina, kesehatannya pun semakin merosot. Pada

masa ini karya-karya yang ditulisnya berbeda dengan karya sebelumnya. Ia mencari

gaya pengungkapan baru di luar cerpen seiring kesehatan fisik dan mentalnya yang

semakin memburuk.

Pada masa inilah popularitas Akutagawa sebagai seorang penulis menurun

dan karya-karyanya pun berubah aliran menjadi semacam autobiografi. Hal ini terus

berlanjut hingga cerpen-cerpen terakhirnya yaitu Haguruma dan Kappa yang dihasilkan pada tahun 1927 sesaat sebelum kematiannya.

Pada Juli 1927 ketika berusia 35 tahun, Akutagawa benar-benar tidak kuat

menanggung kelelahan fisik dan mentalnya hingga nekat menelan obat tidur secara

overdosis. Tanda-tanda bahwa ia mengalami keputus asaan terlihat jelas dalam Kappa, sebuah dongeng penuh humor dan satir yang ditulis beberapa bulan sebelum

kematiannya. Narator ceritanya adalah seorang pasien sebuah rumah sakit jiwa yang

ingin menyingkirkan ketakutannya terhadap penyakit gila turunan dan seorang tokoh

bernama Tok, seorang pujangga depresif yang akhirnya bunuh diri. Banyak kritikus

sastra yang menganggap kedua tokoh tersebut sebagai potret diri Akutagawa.

Semasa hidupnya, Akutagawa telah menghasilkan banyak karya yang sangat

luar biasa, sehingga ia dinobatkan sebagai raja cerpen dalam kesusastraan Jepang

modern. Menurut penelitian Yoshida Seiichi, ia telah menulis sekitar 150 karya, enam

(5)

Barat. Begitu luasnya bacaan Akutagawa yang menjadi sumber saduran ceritanya

sampai pengagumnya, sastrawan Hori Totsuo menyatakan, “Pada akhirnya ia

berakhir tanpa karya asli. Dalam setiap karya utamanya tetap hidup bayangan

abad-abad sebelumnya.

Tentang gaya penulisannya yang banyak menyadur Akutagawa menegaskan

bahwa teknik penulisan tersebut sah dalam kesusastraan. Ia menegaskan pula bahwa

menyadur bukan untuk menjiplak, tetapi ia menggunakannya sebagai sumber

inspirasi. Para kritikus banyak yang mengakui kecerdasan dan kepiawaian

Akutagawa dalam mengolah cerita. Mereka menemukan satu tema utama dalam

karya Akutagawa yaitu rasa cemas yang tidak terelakkan namun tetap ada secercah

harapan dibaliknya. Teman semasa kuliahnya, Kikuchi Kan, mendirikan

Akutagawasho (Penghargaan Akutagawa) pada 1935. Sampai saat ini Akutagawasho

menjadi penghargaan yang paling bergengsi bagi para penulis baru di Jepang.

Skripsi ini menggunakan salah satu cerpen karya Akutagawa Ryuunosuke

yang berjudul Shuuzanzu atau Lukisan Gunung Musim Gugur. Shuuzanzu ( 秋山図 ) merupakan salah satu cerpen karya Akutagawa yang pertama kali diterbitkan pada

tahun 1921 ketika Akutagawa berusia duapuluh sembilan tahun. Shuuzanzu berisi tentang kisah sebuah lukisan indah dan terkenal yang disebut dengan gulungan

“Gunung Musim Gugur” karya seniman terbesar dinasti Mongol yang bernama Ta

Chi’ih. Lukisan tersebut memiliki keindahan luarbiasa hingga menarik banyak

(6)

Wang Shih-ku sebagai narator dalam cerpen ini menceritakan kekagumannya

pada lukisan “Gunung Musim Gugur” kepada temannya Yun Nan-tian. Sebelumnya

Wang Shih-ku hanya mendengar cerita tentang lukisan itu dari tetua Yen-k’o.

Menurut cerita dari Yen-k’o, ia pernah melihat lukisan itu di rumah seorang yang

sangat misterius bernama tuan Chang. Yen-k’o menceritakan lukisan yang dilihatnya

di rumah tuan Chang dengan sangat jelas dan nyata hingga cerita itu benar-benar

melekat di dalam ingatan Wang Shih-ku.

Lima puluh tahun kemudian ketika Wang Shih-ku sedang dalam perjalanan

dinas, ia pergi untuk melihat dan membuktikan kebenaran keindahan lukisan

“Gunung Musim Gugur” yang pernah diceritakan Yenk’o. Setelah berhasil

menemukan lukisan agung itu, Wang Shih-ku merasa lukisan yang dilihatnya tidak

seindah yang pernah diceritakan Yen-k’o. Ia tidak yakin bahwa lukisan yang

dilihatnya itu merupakan gulungan asli lukisan “Gunung Musim Gugur”. Sampai

pada akhir cerita, kebenaran dan keberadaan lukisan “Gunung Musim Gugur” masih

menjadi pertanyaan.

Isi cerpen Shuuzanzu sangat menarik untuk dianalisis lebih lanjut karena dalam cerpen ini terdapat makna-makna tersirat yang berusaha disampaikan oleh

Akutagawa Ryuunosuke. Makna-makna tersirat dalam cerpen ini tidak dapat

dipahami hanya dengan dibaca tanpa dikaji lebih dalam. Analisis menggunakan

kajian semiotik Pierce untuk mencari ikon dan indeks dirasa tepat untuk menemukan

(7)

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apa saja ikon dan indeks dalam cerpen Shuuzanzu karya Akutagawa Ryuunosuke? 2. Apa makna dari ikon dan indeks yang ditemukan dalam cerpen Shuuzanzu karya

Akutagawa Ryuunosuke?

3. Apa amanat yang disampaikan pengarang berdasarkan makna-makna tersirat

yang ditemukan dalam cerpen Shuuzanzu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menemukan ikon dan indeks yang terdapat dalam cerpen Shuuzanzu karya Akutagawa Ryuunosuke.

2. Menemukan makna tersirat yang terdapat dalam cerpen Shuuzanzu karya Akutagawa Ryuunosuke.

3. Menemukan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam cerpen Shuuzanzu

karya Akutagawa Ryuunosuke.

D. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan cerpen Shuuzanzu karya Akutagawa Ryuunosuke sebagai objek material. Sedangkan objek formal dalam penelitian ini adalah mencari ikon dan

(8)

kemudian dikaji untuk menemukan makna dan amanat yang terdapat di dalam cerpen

tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah cerpen Shuuzanzu karya Akutagawa Ryuunosuke yang penulis temukan dalam perpustakaan online Aozora Bunko. Data tersebut

merupakan teks asli yang disalin dari Nihon Bungaku Zenshuu 28 Akutagawa Ryuunosuke-shuu yang terbit pada tahun 1972.

Dari sekian banyak cerpen karya Akutagawa, penulis merasa tertarik dengan

cerpen Shuuzanzu karena cerpen ini pernah diterbitkan oleh American Daily dalam terjemahan bahasa Inggris dengan judul Autumn Mountain. Cerpen Shuuzanzu juga pernah diterbitkan dalam buku seri cerpen dunia dua oleh Sapardi Djoko Damono

dalam terjemahan bahasa Indonesia.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

pustaka melalui teknik simak baca, yaitu dengan cara membaca intensif, baca ulang,

kemudian menglasifikasi data dan memaknai. Oleh karena objek formal penelitian ini

menggunakan bahasa Jepang sedangkan peneliti berbahasa Indonesia, maka metode

pengumpulan data penelitian ini diawali dengan pembacaan teks dalam bahasa

aslinya kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

Dalam menerjemahkan cerpen ini, pengetahuan budaya Jepang juga sangat

(9)

tidak terjadi kehilangan makna sesungguhnya dari cerpen tersebut. Data kemudian

diklasifikasi dan diidentifikasi sesuai dengan jenis dan isinya ke dalam ikon dan

indeks.

2. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menganalisis

aspek-aspek semiotika dengan mencari ikon dan indeks. Dikemukakan oleh Preminger dkk

dalam Jabrohim (1994: 93) bahwa studi semiotik sastra adalah usaha untuk

menganalisis sebuah sistem tanda. Oleh karena itu, peneliti harus menentukan

konvensi-konvensi apa yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.

Penulis mengawali kajian semiotik dengan melakukan pembacaan

hermeneutik. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan yang dilakukan dengan

pemaknaan kata-kata bermetafora yang diartikan dalam bahasa sehari-hari dengan

memparafrasakan atau menguraikan kembali kedalam bentuk lain. Setelah

diparafrasakan lalu digabung-gabungkan menjadi suatu kesatuan yang utuh. Parafrasa

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2003: 828) adalah penguraian kembali suatu teks (karangan) dalam bentuk (susunan kata-kata) yang lain tanpa mengubah

pengertian untuk menjelaskan makna tersembunyi.

Pembacaan hermeneutik menuntut penulis melakukan pembacaan ulang

sambil mencari ikon dan indeks yang terdapat dalam cerpen kemudian

menafsirkannya. Setelah ikon dan indeks diklasifikasikan sesuai, keudian dilakukan

interpretasi terhadap makna tersirat dari masing-masing ikon dan indeks yang

(10)

3. Metode Penyajian Data

Setelah data dianalisis, kemudian ditulis ke dalam laporan tertulis menggunakan

kalimat deskriptif. Data dalam penelitian ini disajikan secara kualitatif karena

ditujukan untuk menemukan tafsiran makna yang terdapat dalam cerpen Shuuzanzu

karya Akutagawa Ryuunosuke untuk memperoleh amanat yang terdapat di dalam

cerpen tersebut.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang ilmu

sastra khususnya kajian semiotik terhadap prosa. Secara praktis hasil penelitian

diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap penulis, pembaca, serta penelitian

selanjutnya.

Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam

memecahkan suatu permasalahan. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya pengetahuan terhadap karya-karya Akutagawa Ryuunosuke. Selain itu,

diharapkan pula dapat meningkatkan ketertarikan minat pembaca terhadap karya

sastra asing, khususnya sastra Jepang. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini

diharapkan dapat dijadikan referensi dalam kajian semiotik terhadap prosa, serta

(11)

F. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari empat bab. Adapun sistematika penulisan penelitian ini

adalah sebagai berikut.

Bab 1 adalah pendahuluan yang merupakan bagian awal dalam penulisan skripsi.

Dalam bab ini terdapat beberapa hal diantaranya latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup, metode penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab 2 adalah tinjauan pustaka dan kerangka teori. Tinjauan pustaka berisi tinjauan

kritis terhadap hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan orisinalitas penelitian

agar terhindar dari duplikasi. Kerangka teori merupakan bagian yang menjelaskan

teori-teori serta pendapat para ahli yang digunakan dalam penelitian ini.

Bab 3 berisi pembahasan dari permasalahan yang sudah dirumuskan yaitu analisis

ikon dan indeks dalam cerpen Shuuzanzu karya Akutagawa Ryuunosuke beserta makna yang terkandung dari ikon dan indeks yang ditemukan.

Bab 4 berisi kesimpulan dari keseluruhan isi penelitian serta saran bagi penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, perubahan kondisi lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal

Hubungan konsumsi cairan dengan kelelahan Tabel 3 menunjukan bahwa dari 48 responden yang diteliti, yang mengalami kelelahan ringan dengan kategori konsumsi cairan yang

Daftar Alamat Perusahaan Industri Makanan dan Minuman Olahan1. INDOFOOD

Guru memfasilitasi siswa untuk mengerjakan tes.Pada tes pemecahan masalah siklus 2 yang diberikan setelah dikoreksi oleh guru dan peneliti didapatkan hasil nilai terendah 66

pribatuak, telebista autonomiko eta lokalak ere dira zerbitzu publikoak –kable bidezko telebistaren kasuan ez dago hain garbi oraindik ere–, eta honek egoera paradogiko batera

Anggota komunitas Xtra-L Jakarta yang menghayati body evaluation yang tidak puas menunjukkan bahwa anggota Xtra-L menilai kurang puas akan penampilan fisiknya,

Di saat euforia perayaan hari pangan sedunia yang diperingati pada tanggal 16 Oktober setiap tahunnya, lebih dari 8 ribu keluarga.. petani terancam diusir

Pilihan yang sesuai untuk anak kalimat di atas adalah berbentuk pasif, bisa dengan Verb-3 saja atau menggunakan perfect participle yang berbentuk pasif. KUNCI